Artikel Pengadilan
- Details
- Published: Friday, 19 June 2020 05:51
- Written by Marzuki Na'ma, S. Kom
- Hits: 2861
MASA PEMBAYARAN BEBAN IDDAH DAN MUT’AH
DALAM PERKARA CERAI TALAK
(Sebuah Implementasi Hukum Acara di Pengadilan Agama)
Syaiful Annas*
Pengadilan Agama Amuntai
Jl. Empu Mandastana No. 10 Amuntai, Hulu Sungai Utara, Kalsel.
e-mail: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
- PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan hubungan suci, murni dan sakral (mitsaqan ghalizhan), yang harus dijaga oleh pasangan suami-istri. Penjagaan tersebut tentunya dengan dipenuhinya sebuah kewajiban dan diperolehnya hak-hak sebagai konsekuensi dari sebuah pernikahan. Di dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan “pernikahan adalah hubungan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa”[1] dan juga disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa, “pernikahan menurut Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah”.[2]
Hikmah pensyariatan pernikahan sendiri ditetapkan Allah ta’ala untuk merealisasikan hikmah-hikmah yang banyak, orientasi-orientasi yang brilian dan tujuan-tujuan yang luhur yang mengakomodasi antara dorongan gejolak naluriah manusia dan keluhuran jiwa dan perasaan dengan kesucian masyarakat dan kekuatan (bangunan korelasinya).[3] Pernikahan merupakan proses penyatuan dua kepribadian, sikap dan pemikiran. Oleh karena itu salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh keduanya (calon suami dan calon istri) apabila akan menikah adalah kematangan fisik dan mental agar dalam perjalanan kehidupan rumah tangganya tidak terjadi perselisihan di kemudian hari yang berakibat pada perceraian.
* Hakim Pengadilan Agama Amuntai, artikel ini telaj diterbitkan dalama Jurnal Hukum Keluarga Islam, Al-Ahwal Vol. 10 No.1 tahun 2017, lihat http://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/Ahwal/article/view/10101/1293
[1] Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
[2] Lihat Pasal 2, Kompilasi Hukum Islam.
[3] Yusuf ad-Duraiwisy, Nikah Siri, Mut’ah Dan Kontrak Dalam Timbangan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Cet I, (Darul Haq: Jakarta, 2010), hlm. 30.
Baca Lebih Lanjut Klik Di sini
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas